“Some folks call her a runaway. A failure in the race. But she knows where her ticket takes her. She will find her place in the sun”
― Tracy Chapman
Setelah Google map membuat saya nyasar-nyasar mencari tempat makan halal dan tidak menemukannya, saya tiba di jalanan besar dengan lalu lalang orang yang kebanyakan turis berambut pirang. Dengan penerangan lampion yang artistik di berbagai tempat, suasana malam menjadi hangat dan romantis.
“Nanti saya ingin bulan madu di sini,” Saya terpesona pada malam yang romantis dan bangunan-bangunan tua yang eksotis. “Kamu sudah memilih tempat bulan madumu, jadi yang mana calon suamimu?” Saya balas tertawa.
Hoi An merupakan kota kecil di Vietnam Tengah yang pada abad ke 15 hingga abad ke 19 merupakan pelabuhan dagang utama di Asia Tenggara dan menjadi pusat kerajaan Champa. Namun seiring runtuhnya dinasti Nguyen dan redupnya kejayaan Hoi An pelabuhan dagang itu pindah ke Da Nang, kota pelabuhan terdekat. Hampir selama ratusan tahun, Hoi An tak tersentuh modernisasi sehingga sampai hari ini bisa kita nikmati eksotisme keaslian bangunan-bangunan tuanya yang berarsitek perpaduan Jepang dan Tiongkok.
Bahkan sejak 1999, Hoi An ditetapkan sebagai salah satu warisan dunia UNESCO sebagai pelabuhan dagang Asia Tenggara yang terawat dengan baik. Bangunan-bangunan tua ini pada masa kini digunakan sebagai hotel, kafe, ruko dan tempat tinggal yang masih terjaga keasliannya.
Untuk mencapai Hoi An diperlukan waktu satu jam perjalanan udara atau sekitar semalam perjalanan darat dari Hanoi, kota yang saya kunjungi sebelumnya di Vietnam Utara.Karena waktu saya sempit, saya menggunakan pesawat dari Hanoi sore hari dan tiba di Da Nang international airport malam hari. Tidak ada bandara di Hoi An, jadi bandara terdekatnya adalah di kota Da Nang. Dari Da Nang dibutuhkan waktu 40 menit untuk sampai di Hoi An menggunakan taksi, shuttle bus atau bus. Karena saya tiba di Da Nang sudah malam, maka yang tersedia hanya taksi. Beberapa taksi yang direkomendasikan oleh para traveler adalah Mai Linh, Son Han, Tien Sa Da Nang, dan Vinasun taksi. Saya kemudian memilih Vinasun taksi.
Karena sebelumnya saya kena scam taksi di Hanoi saat terjebak macet pengalihan jalan akibat Trump-Kim Hanoi Summit, jadi saya langsung curiga saat taksi membelah jalanan kota Da Nang dan argo taksi bergerak cepat menuju angka million. Saya langsung nyolek sopir taksi dan menanyakan jumlah argonya. Ternyata saya salah lihat koma di argo. Argo yang benar menunjukan ratusan, bukan million. Sopir taksi malah menertawakan kecurigaan saya dan ketika sampai di depan hotel malah mengembalikan uang tips yang saya berikan untuk menunjukkan kejujurannya. Saya jadi malu.
Tak hanya Hoi An The Ancient Town yang menarik buat saya, tapi ada satu tempat yang ingin saya kunjungi yaitu MYSON SANCTUARY komplek candi Hindu sebagai peninggalan kejayaan kerajaan Champa. Dari kota Hoi An dibutuhkan waktu satu jam untuk sampai di komplek MYSON menggunakan bus bersama banyak traveler yang lain. Terletak di perbukitan, candi-candi ini sebagian telah hancur karena perang Vietnam. MYSON juga salah satu warisan peninggalan dunia UNESCO yang banyak dikunjungi wisatawan.
Saya sendiri mengunjungi candi ini karena dalam Babad Tanah Jawi disebutkan bahwa salah satu putri Champa yang bernama Anawarati atau Dwarawati menikah dengan raja Majapahit Brawijaya V (Kertabhumi) dan sekarang makamnya ada di Trowulan Mojokerto. Jadi saya merasa tempat ini ada hubungannya dengan negara saya.
Bahkan dalam salah satu ruangan candi tampak patung Garuda yang sekarang menjadi lambang negara kita. Saya tidak paham benar soal candi-candi Hindu, tetapi yang menarik lagi kemudian adalah orang-orang Champa ini setelah bersinggungan dengan pedagang Arab kemudian beragama Islam. Mereka tersebar di Saigon, Vietnam selatan, Kamboja dan Thailand. Lokasi ini kemudian menjadi salah satu tujuan wisata yang menarik buat turis Asia maupun Barat. Dengan fasilitas yang nyaman, mobil terbuka hingga pintu masuk areal Myson dan kafe yang menyediakan makanan, pengunjung bisa menikmati kunjungannya dengan gembira.
Tetapi saya sarankan kalau berkunjung ke tempat ini lebih baik pagi hari karena jika siang hari panasnya luar biasa.
Sebagai kota pelabuhan, Hoi An sudah jelas lebih panas dibanding Hanoi. Keindahan kota ini akan tampak pada sore saat sunset hingga malam hari lampion-lampion menyala. Sungai yang membelah tengah kota tua semarak dengan perahu-perahu sewaan yang membawa pasangan-pasangan romantis diterangi temaram lampion. Saat teman saya mengajak naik, saya malah memilih duduk di sisi sungai melihat beberapa wanita tua yang menjual lampion kecil dalam wadah kertas untuk dilarung ke atas sungai.
Orang-orang berjuang untuk hidup tentu saja, ketika pasangan-pasangan romantis naik perahu, nenek-nenek tua ini berjuang menjual lampion-lampion kecil untuk melanjutkan hidupnya. Saya ingin menghabiskan malam ini sampai pagi di tepi sungai, tetapi saya salah duga. Tepat jam 9, setelah saya mencicipi kopi Vietnam di salah satu kafe, lampion-lampion mulai mati. Kafe-kafe juga mulai closing dan mengusir pembelinya.
Turis-turis mulai pulang ke hotel masing-masing. Begitu saya, akhirnya memutuskan kembali ke hotel. Lebih lucu lagi ternyata hotel sudah mematikan semua lampu dan penjaga tidur di depan pintu masuk. Tepat jam 10 malam, kota romantis ini telah mati.
Saya sudah mengunjungi beberapa kota tua di beberapa negeri seperti Edinburgh Old Town di Inggris, Phuket Old Town di Thailand, Kyoto Old Town di Jepang, Takayama Old Town di Jepang, Jeonju Hanok village di Korea, Geneva Old Town di Geneva Swiss dan saya jatuh cinta pada Hoi An The Ancient Town dibanding yang lainnya. Saya akan kembali lagi untuk bulan madu. Semoga.
Cantiiiik yaa kotanyaaa. Baca cerita begini bikin terharu.
Makasiih ya Mbaak
Like!! Thank you for publishing this awesome article.