1236 views 8 mins 1 comments

Hanoi, Vietnam : Kota Ramah Di Tepi Sungai Merah

“Every new friend, is a new adventure, the start of more memories… – Patrick Lindsay.
Pagi baru dimulai saat pesawat yang saya tumpangi mendarat di bandara Noi Bai international airport Hanoi, Vietnam utara.  Waktu tempuh dari Kualalumpur ke Hanoi sekitar 2 jam penerbangan. Belum meletihkan untuk satu perjalanan udara bahkan saya bisa menikmatinya.  Ini kedua kalinya saya menjejakkan kaki di Vietnam setelah sebelumnya pada tahun 2011, saya mengunjungi Saigon, Ho chi Minh, Vietnam selatan.
 
Noi Bai International airport tidak terlalu megah. Begitu selesai urusan imigrasi, hanya perlu berjalan sebentar sudah berhadapan dengan pintu keluar utama.  Setelah mematuhi nasehat pejalan lain untuk menukarkan uang USD yang saya bawa dari Indonesia di Songviet Corp Currency Exchange karena nilai tukarnya lebih bagus dari money changer yang lain dan tidak memotong biaya apapun, saya segera keluar pintu utama.  Bus bernomor 86 akan membawa saya ke pusat kota Hanoi. Bus stop 86 terletak di sisi kiri setelah keluar pintu utama airport. Hanya dengan tiket seharga 35.000 VND atau sekitar Rp. 22.000,  bus berwarna kuning yang mirip TransJakarta dan nyaman ini akan membawa saya ke pusat kota. Rata-rata backpacker dari berbagai negara menggunakan bus ini karena dipastikan lebih murah dibanding taksi atau angkutan online. Di Hanoi juga beroperasi Grab car dan Grab Bike, meskipun saya tidak sempat mencoba angkutan online itu karena lebih banyak berjalan kaki atau naik bus. 
Saya meminta kondektur agar memberi tahu saat bus tiba di Old Quarter tempat saya menginap, yang ternyata masih harus berjalan sekitar 1 kilometer dari halte tempat saya turun menuju hotel. Tetapi keramahan resepsionis hotel membuat keletihan saya mencari lokasi hotel hingga nyasar-nyasar langsung hilang. Saya suka cara mereka memperlakukan tamu. Sopan, ramah, hangat dan ringan tangan untuk membantu.  
Hanoi merupakan ibukota Vietnam yang dahulu berfungsi sebagai ibukota Vietnam Utara. Terletak di tepi kanan Sungai Merah, Hanoi memiliki iklim yang lembab ; saat musim panas sangatlah panas dan lembab namun pada musim dingin, relatif dingin dan kering.  Bulan Februari ini Hanoi masih dingin dan berkabut. Hujan juga masih turun jadi jaket dan jas hujan sangat diperlukan.  Vietnam yang bernama resmi Republik Sosialis Vietnam ini merupakan negara paling timur di Semenanjung Indochina, Asia Tenggara. Berbatasan dengan Tiongkok di sebelah utara, Laos di sebelah barat laut, Kamboja di sebelah barat daya dan Laut China Selatan membentang di sebelah timur.

 

Sebagai backpacker muslim, tantangan saya di setiap perjalanan adalah mencari makanan halal.  Makanan halal di Hanoi tidaklah sulit, meski juga tidak gampang ditemukan. Di areal Masjid Al Noor, Hang Luoc street ada kantin kecil yang menyediakan makanan halal dengan menu-menu yang sangat enak. Sore setelah istirahat sejenak, saya memasuki kantin kecil itu dan bertemu banyak muslim dari berbagai negara. Seperti layaknya saudara yang lama tidak berjumpa, kami langsung akrab dan berbagi kursi. Beberapa orang lelaki bahkan makan di emperan masjid karena kursi kantin sudah penuh. Saya setuju dengan saudara dari Malaysia bahwa makanan di sini sangat enak. Bahkan hanya dengan menu tumis kangkung saja rasanya luar biasa. Mungkin juga karena saya sangat kelaparan.   
  
Tak hanya di Masjid Al Noor, saya juga mencoba restaurant halal India PK Spice Restaurant di Hang Manh street yang terletak di kawasan Old Quarter. Jadi untuk teman-teman muslim yang akan berkunjung ke Hanoi tidak perlu khawatir mencari makanan halal, memang tidak banyak tetapi mudah ditemukan jika anda menginap di kawasan Old Quarter.
Hanoi Old Quarter merupakan tempat yang terdiri dari 36 ruas jalan dan telah berusia lebih dari 1000 tahun. Berbagai gerai toko berada di ruas jalan ini seperti cinderamata, obat-obatan herbal, baju, sutera pelangi, bunga dan banyak lagi. Ruas-ruas jalan ini dinamai berdasarkan produk yang dijual. Old Quarter menurut saya sangat menarik, apalagi di kawasan ini juga terdapat beberapa tempat wisata seperti Ba Ma Temple, Danau Hoan Kiem, Ngoc Son temple, Viatnemese Women’s Museum, Dong Xuan Market dan beberapa tujuan wisata menarik lainnya.  Saya lebih suka berjalan kaki menyusuri 36 ruas jalan di Old Quarter meskipun bisa menggunakan Cyclo, atau becak khas Vietnam. Setelahnya bisa berjalan menuju tepi danau Hoan Kiem untuk  duduk menikmati senja. 

 

“Where are you from?” tanya seorang lelaki pejalan saat saya duduk di salah satu meja kapal Halong Bay esok harinya.  “Indonesia,” jawabku sambil duduk di hadapannya. Seorang perempuan berambut pirang, satu lagi berwajah melayu berambut keriting dan satu lagi mengenakan jilbab duduk di samping lelaki itu. “Oh, i see. Nasi goreng right? I like nasi goreng,” lanjut lelaki itu.  Dan pembicaraan kami mengalir lancar disertai gurauan. Meraka dari Australia, Philipina, Malaysia dan Brazilia. Keempatnya solo traveler yang dipertemukan dalam bus menuju Halong Bay dan sudah pernah berkeliling Indonesia sampai ke lekuk-lekuknya sementara saya yang asli Indonesia malah belum. Oke, pertemuan yang menarik di meja kapal Halong Bay, semenarik tempat yang sudah sangat lama ingin saya kunjungi ini.

 

Teluk Halong merupakan teluk di sebelah utara Vietnam yang berbatasan dengan Tiongkok dan berjarak sekitar 170 km dari Hanoi. Saya memesan paket tour dari Klook karena tidak bisa pergi naik motor sendirian dan juga tidak tahu caranya jika harus pergi sendirian. Klook menurut saya sangat recomended karena profesional pelayanan dan guidenya yang tanggap juga ramah. Saya dijemput di hotel dan bertemu peserta lain di salah satu jalan kawasan Old Quarter dan pulangnya diantar ke jalan dekat hotel lagi. Bus yang saya naiki juga bagus dan nyaman, termasuk makanan dan kapal di Halong Bay. Bahkan request halal food saat memesan tiket secara online juga disediakan ketika makan bersama di kapal.  Secara khusus sang guide menyajikan sepiring makanan halal khusus. 

 

Teluk Halong sejak tahun 1994 ditetapkan sebagai warisan dunia oleh Unesco, bahkan pada tahun 2012, teluk ini menjadi salah satu dari 7 keajaiban dunia versi New 7 Wonders Foundation. Teluk ini terdiri dari 1900 lebih pulau-pulau kapur yang menjulang dramatis. Beberapa pulau memiliki goa yang besar dan cantik seperti goa Hang Dau Go yang merupakan goa terbesar di kawasan Halong. Mengunjungi teluk ini, saya seperti diseret ke tempat asing yang mistis dan luar biasa indah. Kabut yang menyelimuti pulau-pulau kapur yang menjulang itu menambah kecantikan teluk ini. Sayangnya saya belum sempat mengekplor lebih dalam kehidupan penghuni teluk ini karena waktu yang sempit. Jadi saya hanya bisa menikmati keindahannya sebagai turis tanpa mengetahui kehidupan penghuninya.  Saya ingin kembali dan bertemu penghuninya suatu saat nanti.
Hanoi yang cantik, penduduknya yang ramah dan teman perjalanan saya yang menyenangkan, membuat perjalanan singkat saya sangat berkesan. Saat resepsionis meminta maaf jika ada kekurangan selama saya tinggal di sana, lalu bersama tiga petugas hotel lainnya mengantarkan saya ke mobil yang akan mengantar saya ke bandara, mendadak saya gelisah. Saya seperti hendak berpisah dengan saudara-saudara saya sendiri. Saya enggan pergi, tetapi pejalan harus terus berjalan meski hati saya tertambat di Hanoi.

 

 

 

Avatar
Writer / Published posts: 109

Writer, Traveller and Dreamer

Twitter
Facebook
Youtube
Flickr
Instagram
One comment on “Hanoi, Vietnam : Kota Ramah Di Tepi Sungai Merah

Comments are closed.